Kemana Larinya Nalarmu Kawan? -->

Iklan Semua Halaman

Kemana Larinya Nalarmu Kawan?

Mahmud Thorif
21 Oktober 2018
Manusia dilahirkan dengan memiliki akal, agar bisa menilai mana hal yang buruk dan mana hal yang baik untuk dirinya
Akal pula yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya, karena manusia diberikan anugerah bisa berpikir sehat dan logis dalam mengambil keputusan
Jangkauan berpikir sesuai akal yang sehat, sehingga setiap peristiwa yang dijalani dapat ditelaah dengan nalar yang baik sebagai sebuah pelajaran dalam kehidupan
Lantas, apakah nalar yang kita miliki saat ini tiba-tiba hilang akibat rasa cinta kita yang berlebihan terhadap sosok pemimpin
Demi atas nama pemimpin, nalar kita sebagai manusia harus hilang berganti dengan cinta buta yang membutakan
Semua gejala, fenomena serta kejadian yang terjadi disekitar kita, tiba-tiba tidak menjadi arti sebagai bahan pertimbangan baik atau buruk lagi
Semua nalar hilang, berganti cinta buta dengan balutan kebencian untuk melakukan perlawanan bagi yang tidak sepemikiran
Pemimpin dalam negara dipilih berdasarkan kompetensi serta integritas dirinya dihadapan pemilih (rakyatnya)
Kalau diri sang pemimpin sudah tidak memiliki kompetensi dan nilai intergritas, lalu mengapa harus dipilih kembali
Kompetensi dinilai dari kemampuan sang pemimpin dalam menangani persoalan dan permasalahan bangsa, bagaimana sikap dan kebijakan yang akhirnya dipilih
Apakah sudah sesuai dengan keberpihakannya kepada rakyat atau tidak
Apakah sesuai dengan janji-janji kampanye yang dahulu didengungkan sebagai bahan yang akan dijadikan nilai keberhasilan kepemimpinan
Bagaimana efek keputusan sang pemimpin diberbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, contoh simpelnya adalah apakah nilai tukar USD benar 10.000 ketika dirinya memimpin karena realita lapangannya saat ini justru kurs USD telah diangka 15.000
Atau benarkah tiap ucapan sang pemimpin didepan media, telah terbukti nyata dilihat dan dirasakan, contoh tentang ekonomi meroket, apa yang meroket, kapan meroket, apakah sesuai fakta meroket?
Tentang jihad freeport, digemborkan divestasi 51 persen sudah dilakukan namun dilain waktu akhirnya terkuak ternyata hanya hoax yang belum terjadi dan dilakukan divestasi tersebut
Nalar kita dibutuhkan saat ini untuk bisa membaca, menelaah, memilih dan memituskan, apakah semua yang terjadi dan dijanjikan oleh sang pemimpin telah terbukti ditengah kehidupan rakyat
Sementara nilai intergritas adalah soal konsistensi sang pemimpin
Apakah sang pemimpin sudah konsisten antara ucapan dengan tindakannya
Dalam satu kesempatan, sang pemimpin berkata bahwa ASN dan pejabat menteri tidak boleh rangkap jabatan, realita dilapangannya? Justru dibiarkan adanya rangkap jabatan
Dalam satu kesempatan lain, sang pemimpin berkata kita akan hentikan impor pangan (dan ini diucapkan dihadapan para petani), realita dilapangannya? Justru era kepemimpinan sang pemimpin, impor menjadi andalan utama, ironinya justru dilakukan ketika stok dalam negeri berlebih dan sedang panen raya
Dilain kesempatan juga sang pemimpin berbicara kita akan stop utang luar negeri, dan tidak akan bergantung lagi pada IMF, realitas dilapangannya? Ternyata saat ini jumlah utang luar negeri kita telah membengkak menjadi 5.564 triliun naik sesuai efek berantai dari nilai tukar USD yang terus naik (dan ini juga memberi jelaskan ketidakmampuan dalam mengendalikan nilai tukar kurs yang ada), ditambah dilain hari ternyata malah membangun kemesraan dengan IMF sang rentenir dunia
Belum lagi, soal konsistensi penegakkan korupsi, yang ternyata dipenuhi realita dilapangannya bahwa pelaku korupsi berasal dari anggota tim kampanye nasional serta partai pendukung sang pemimpin
Konsistensi mudah diuji, yaitu dengan bukti bukti yang akhirnya terjadi, ternyata sesuai atau tidak sesuai dengan omongan yang dikatakan oleh sang pemimpin
Inilah yang menjadi acuan nilai intergritas sang pemimpin dan seharusnya menjadi pertimbangan nalar pikir pemilih
Kecuali, dari semua hal yang telah dijabarkan diatas, ternyata harus kalah oleh cinta buta tanpa memakai akal sehat lagi
Yang penting cinta dan suka, sehingga mempertaruhkan nasib bangsa dalam jurang kehancuran pun bisa dilakukan
Sudah seharusnya, kita memakai nalar berpikir kita untuk melihat, membaca, memilah dan akhirnya memutuskan
Apakah logis memutuskan memilih sang pemimpin ditengah inkonsistensi dan inkompetensi sang pemimpin terhadap janji-janji, omongan-omongannya, sikap serta kebijakannya yang terbukti tidak sesuai dengan kenyataan
Kecuali, kembali lagi, demi nasib bangsa ini, tidak butuh akal sehat dan logis berpikir untuk memilih pemimpinnya sehingga ketidakjelasan serta ambiguitas nasib bangsa kedepannya pun akhirnya menjadi hal yang bodo amat dipikirkan
Yang penting, pilih sang pemimpin sementara soal nasib bangsa adalah soal belakangan
Padahal hidupnya susah dan penuh dengan tekanan kebutuhan pun tidak pernah jadi catatan
Mungkin benar, sebutan itu doa, sehingga sebutan kecebong yang memang tidak memiliki otak sudah menular dalam kehidupan nyata sebagai manusia
Ironi, cebong mati dengan nalar buntunya
Bang dw
Gambar ilustrasi : @JackVardan