Melihat dari Luar -->

Iklan Semua Halaman

Melihat dari Luar

Mahmud Thorif
06 Juli 2020
Melihat, sebuah kata kerja yang membutuhkan energi untuk dikerjakannya. Minimal menggunakan mata secara fisik, mengerahkan pikiran untuk mencerna apa yang dilihatnya, dan menggunakan hati untuk menyaringnya. Itulah sebuah gambaran tentang 'melihat'.

Melihat dari luar, ini biasanya dilakukan oleh orang lain, kalau dalam sebuah organisasi oleh orang di luar organisasi tersebut. Misalnya, "Wah para gurunya ramah sekali dari SD itu lho...", atau juga, "Wah para muridnya pinter-pinter kalau lulusan dari pesantren sana...", atau juga juga justru penglihatannya berupa penglihatan yang negatif, "Sayang ya, sekolah sebesar itu gurunya sombong-sombong.." atau juga, "Kok bisa ya, katanya sekolah favorit tapi kok siswanya kelakuannya seperti itu...",  itu beberapa contoh pandangan dari luar oleh orang lain. 

Nah, kalau didengar oleh orang dalam, jika itu pandangan negatif, tentulah kuping orang dalam tersebut panas, jika kuping panas maka sudah barang tentu hatinya geram, kalau sudah hatinya geram akan menimbulkan reaksi dari jiwa dan raganya si orang dalam ini. Kalau reaksinya bisa menimbulkan hal positif, tentulah akan berakibat kebaikan bagi diri dan tentunya organisasinya, yang dikhawatirkan jika reaksinya berakibat makin memperburuk suasana. Atau bahkan sibuk sana-sini membuat narasi-narasi tandingan agar bisa membungkam pandangan negatif yang kadung beredar. Tentu akan adem hatinya jika mendengar pujian-pujian dari orang luar, sehingga membuat dirinya bangga menjadi bagian dari lembaga tersebut.

Penglihatan orang dari luar ini tentulah harus dilihat apakah dia bersifat objektif, memang benar kenyataannya seperti itu, sehingga bukan satu, dua, atau tiga orang yang melihat seperti itu tapi memang khalayak umum memahami kalau kenyataannya seperti itu. Atau memang padangan orang luar tersebut bersifat subjektif, karena merasa tersaingi, merasa tidak mendapatkan keuntungan, atau karena lainnya sehingga padangan dia dari luar hanya keburukkan yang diceritakan. 

Penglihatan orang dari luar tentu harus disikapi dengan baik, jika pandangan itu sebuah pandangan negatif, anggapkah ia sebagai cambuk untuk memperbaiki diri, mungkin itu dilakukan karena cinta. Jika itu sebuah pujian yang disampaikan, jangan mudah berbangga diri sehingga ujung-ujungnya lupa diri, jadikan itu sebagai wujud syukur.

Nah bagaimana Anda melihat diri saya dari luar? Tolong jangan disimpan penglihatan Anda tentang saya, katakan, katakanlah yang sesungguhnya. 

Jreeeeeeeng...

Tunggu artikel selanjutnya, "Melihat dari Dalam"

TMT