Kampanye Tanpa Janji? -->

Iklan Semua Halaman

Kampanye Tanpa Janji?

Mahmud Thorif
26 April 2013

Di negeri ini, jika sedang ada kampanye politik, maka beramai-ramailah para calon pemimpin mencari simpati kepada masyarakat. Mulai dari tidur di rumah yang tanpa listrik, berkunjung ke pasar tradisional, mengunjungi panti asuhan. Pokoknya yang serba mengenaskan mereka kunjungi, tentu mereka membawa wartawan agar kegiatan mereka terekspos ke media.
Nah, tidak berhenti di situ saja, para calon pemimpin di setiap yang dikunjungi akan mengumbar dan mengobral janji-janji mereka, mulai dari pendidikan gratis (kalau yang ini mah ada BOS jadi memang gratis), ada yang kesehatan gratis, perumahan gratis, mau mengatasi pengangguran, mengatasi banjir, mengatasi kemacetan, dan semua yang berasa menyesakkan dada masyarakat akan diangkat dan dibenahi. Tentu yang mendengar akan senang.

 
Nah, untuk meraih simpati ini para calon pemimpin tidak Cuma ngomong saja, saat mereka pulang mereka meninggalkan sumbangan yang cukup menyejukkan mata, misalnya panti asuhan, pondok pesanten, dan lain sebagainya.
Jadi, semakin banyak yang dikunjungi semakin banyak pula janji-janji ang terucap oleh para calon pemimpin dan makin banyak pula dana yang keluar.
Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Karena yang dipilih hanya satu orang, maka yang lain gagal. Bagi yang gagal ada yang biasa-biasa saja, ada juga yang stress karena dana kampanye dia dari hasil hutang sehingga hutangnya di mana-mana.
Lantas bagaimana yang terpilih? Apakah dia masih ingat janji-janjinya? Saya yakin seyakin-yakinnya, pasti masih ingat. Terus kenapa dia tidak bisa merealisasikan janji-janjinya?
Memang bukan perkara mudah mengatasi kemiskinan, sudah berapa milyar dana yang dikucurkan pemerintah untuk kaum pinggiran? Apakah mereka berubah status menjadi kaum menengah? Tidak. Sudah berapa trilyun dana yang dikucurkan untuk mengentaskan kemiskinan? Apakah mereka perlahan menjadi kaya? Tidak, bahkan orang-orang yang seharusnya memberi kepada orang miskin mengaku miskin di saat ada dana malaikat yang turun dari pemerintah.
Kuncinya memang ada di setiap personal, di setiap orang. Semua ini juga bergantung mental kita, jika mental kita boss namun kenyataannya karyawan, dia akan bermalas-malasan. Berapapun uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, jika hanya untuk memberi makanannya, maka makanan itu akan habis. Sepatutnya memang menciptakan lapangan pekerjaan, mereka diberi modal untuk berwirausaha. Tentu diberikan kepada orang yang benar-benar tepat, bukan yang hanya bisa menghabiskan modal.
Jika realisasinya seperti ini tentu siapapun pemimpinnya akan menghadapi hal yang sama. Bahkan akan mengalami hal yang sama, yaitu gagal dalam memimpin. Jadi hematnya para calon pemimpin itu sebelum jadi pemimpin harus bisa menghemat janji-janji, mereka bisa mengerem sekiranya janji yang keluar dari lisannya itu hanya untuk mencari massa. Mereka harus benar-benar sudah berpikir, janji yang diucapkan pasti bisa terlaksana. Jika mereka bisa menghemat janji, tentu mereka juga akan bisa menghemat anggaran negara.
Berikanlah kail kepada orang miskin, jangan memberi ikannya. Berikan kolam kepada mereka, jangan memberi isi kolamnya. Berikan kampak kepada mereka, jangan memberikan kayu bakarnya. Berikan ladang kepada mereka, jangan berikan gandum. Berikan sawah kepada mereka, jangan berikan beras.
***
Tuswan Reksameja, twitter @tuswanreksameja
Redaktur Majalah Fahma, twitter @majalahfahma
Bekerja di SDIT Hidayatullah Yogyakarta, twitter @sdhidayatullah
Pengurus Pimpinan Daerah Hidayatullah Kabupaten Sleman, twitter @hidsleman