Kacamata Kuda Media -->

Iklan Semua Halaman

Kacamata Kuda Media

Mahmud Thorif
06 Desember 2018

Oleh : Bang DW

Bisunya media dalam memberitakan reuni 212, sebenarnya mengungkap sisi keberpihakan pada kepentingan politik sang pemilik media
Di negeri ini, kapitalisasi media menjadi alasan sang pemilik media untuk menghilangkan independensi serta netralitas demi kepentingan politiknya
Kepentingan politik menghancurkan kaidah-kaidah pemberitaan, seolah ada hal yang harus diatur dan disesuaikan dengan keinginan para pemilik saham media
Media pers bukan lagi menjadi media untuk memperjuangkan kebenaran dan keaktualitasan informasi atau berita, tetapi menjadi ajang atau panggung yang dipesan sesuai keinginan
Pembatasan informasi bukanlagi karena aturan yang ditetapkan, tetapi sudah pada keinginan pemilik modal, boleh atau tidaknya pemberitaan dan hal ini mencerminkan intervensi kepada nilai-nilai informasi itu sendiri yang menjadi hak warga negara untuk mendapatkannya
Sementara peran media pers sesuai pasal 6 UU Pers nasional yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai nilai dasar demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Selain itu pers juga harus menghormati kebinekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar melakukan pengawasan
Berbeda dengan peran media diatas, justru media saat ini lebih terasa menjauh masyarakat dari hak kebebasan mendapatkan informasi, karena seolah ada “tangan-tangan yang tidak terlihat” yang membuat kebebasan itu harus dibatasi
Inilah yang disebut kacamata kuda media dimana media diatur langkah dalam memberitakan informasi
Pemilik media ibarat kusir yang mengatur langkah kuda, tidak membiarkan kebebasan kepada kuda (media) untuk menengok kanan dan kiri tetapi hanya melihat kedepan sesuai arahan sang kusir (pemilik media)
Kuda (media pers) terkekang oleh kepentingan sang kusir (pemilik media)
Hanya berjalan melangkah sesuai keinginan sang pemilik kendali, tanpa adanya kebebasan memberitakan yang terjadi di kanan dan kiri
Diam dan bisunya media pers didalam memberitakan informasi tentang reuni 212, adalah karena sang pemilik media sudah memiliki pesanan jalan (analogi kusir dan kuda) yang dilaluinya
Ada jalan yang dibolehkan untuk diberitakan, ada jalan yang tidak boleh diberitakan, intinya media pers tersebut menjadi panggung egoisme para pemilik media
Apa yang dilakukan para pemilik media dengan media yang dimilikinya juga mempertaruhkan nasib media pers di Indonesia kedepannya
Jangan sampai media yang terkekang oleh kepentingan politik sang pemilik media, akhirnya ditinggalkan secara massif karena muaknya para pembaca atau penonton media tersebut akibat terlalu menjijikanya keberpihakan si pemilik media
Demi kepentingan politik  para steak holder (pemilik modal media) akhirnya media menjadi Jonggos yang bisa diperintah dan dikendalikan
Reuni 212 menjadi contoh, bagaimana para pemilik media ketakutan dan gelisah akan membesarnya sebuah pemberitaan menjadi viral dimasyarkat sehingga berpengaruh pada elektabilitas presiden yang didukung pemilik media
Cuma pertanyaan pun muncul, sampai kapan ketelanjangan keberpihakan media ini dipertontonkan dan dapat bertahan?
Karena yang pasti, masyarakat pembaca dan penonton itulah yang sebenar-benarnya steakholder alias pemilik suara yang menentukan bagi media itu kedepannya

Bang dw