Oleh : Mahmud Thorif
Sejumlah anak-anak dipagi buta, sekitar pukul 03.00 dinihari, setelah
melakukan beberapa rakaat shalat tahajud, dibariskan lalu ada seorang guru yang
melepas satu persatu anak-anak tadi dengan jarak kurang lebih 3-5 menit setiap
peserta untuk menembus dinginnya udara dinihari. Ternyata anak-anak tersebut
tidak hanya berjalan sendiri menyusuri malam, mereka diarahkan ke sebuah
pekuburan dan di kuburan tersebut mereka harus menguji keberanian mereka dengan
membubuhkan tanda tangan di atas batu nisan sebuah kuburan yang hanya diterangi
cahaya lilin. Tidak sedikit dari puluhan anak-anak tersebut ada yang ketakutan
ketika berjalan sendirian dalam gelapnya malam dan memasuki arena kuburan
sehingga ada yang berlari ketakutan. Namun, banyak pula anak-anak yang dengan
berani mereka mengerjakan dengan sempurna.
Cerita di atas adalah sebuah gambaran seorang guru memberikan
‘pengalaman belajar’ kepada anak didiknya. Memberi pengalaman belajar kepada
anak didik banyak macamnya. Misalnya seperti cerita di atas, atau bisa juga
dengan memberikan pekerjaan rumah, memberikan soal-soal, kunjungan belajar,
outbound. Bahkan ketika sedang pembelajaran di kelaspun bisa mendapat
pengalaman belajar, misalnya dibuat belajar kelompok, ketika belajar meja dan
kursinya dirubah dari yang biasanya. Pengalaman belajar juga bisa diberikan
kepada anak-anak dengan belajar diberbagai wahana. Misalnya misalnya dengan
wahana air, api, batu, udara, dan lain sebagainya.
Sesuatu yang dirasakan ketika anak-anak belajar itulah yang akan
melekat dalam ingatan mereka dan diharapkan sesuatu yang dirasakan itulah,
suatu kebaikan yang akan dijadikan pengalaman berharga bagi anak didik kita dan
lebih jauh dengan pengalaman tersebut mereka bisa mengambil sikap yang tepat
akan suatu persoalan.
“Pengalaman adalah guru yang paling baik”, begitu sebuah kata pepatah
yang sering kita dengar. Maka tidaklah heran, pengalaman mendapat nilai
tersendiri dalam sebuah rekrutmen pegawai di sebuah perusahaan. Pun demikian dengan
dunia sekolah, khususnya anak-anak sebagai murid. Semakin banyak guru
memberikan pengalaman belajar kepada anak didiknya, maka semakin berkembang
pola pikir para murid.
Yang perlu diperhatikan bagi seorang guru adalah nilai-nilai yang harus
disampaikan kepada anak didik mereka ketika melakukan sebuah pengalaman
belajar. Berjalan sendiri di tengah dinginnya malam harus disampaikan maksud
dan tujuan dari kegiatan tersebut, berjalan memasuki sebuah kuburan tidak
hilang begitu saja ketika anak-anak selesai mengerjakannya, dan lain
sebagainya.
Nah, pengalaman belajar dan nilai-nilai yang bisa diajarkan kepada anak
didik ini harus dirancang dengan matang. Kalau seorang guru ia harus membuat
RPP, yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. RPP ini diharapkan guru siap dan
menguasai materi yang akan diajarkan kepada anak didik mereka, sehingga ketika
guru ini mengajar ia sudah menyiapkan jurus-jurus cerdasnya dalam menyampaikan
sebuah pengalaman belajar yang menyenangkan.
Laiknya seorang khatib yang berkhutbah, seorang guru harus belajar dan
menguasai materi yang akan disampaikan dengan merancang RPP sebelum pembelajaran di
mulai. RPP inilah yang akan mengarahkan pembelajaran dalam sebuah kelas. Tidak
heran, jika seorang guru yang mengajar tanpa membuat RPP ia bisa kehabisan
materi sebelum jam pelajaran dikelasnya selesai. Akibatnya apa? Sangat banyak
kemungkinan, anak didik menjadi ramai/gaduh, bosan, bahkan mereka bisa adu
fisik sesama teman-temannya. Jika ini terjadi dalam sebuah sekolah, maka nama
baik sekolah jadi taruhannya. Orangtua/wali murid sedikit demi sedikit hilang
kepercayaan kepada guru bahkan sekolah tersebut.
Mari berikanlah sebanyak mungkin pengalaman belajar kepada anak didik
kita agar kelak mereka siap menjadikan pengalaman belajar tersebut menjadi
bekal hidup mereka untuk menentukan sikap dan tanggungjawab mereka sebagai
seorang hamba. Selamat bekerja dan berkarya wahai Para Guru Indonesia. Wallahu
A’lam bishawab.