Ada anak yang saat mengambil air wudhu, mereka begitu cepat dan ceroboh,
sampai-sampai anggota tubuh yang seharusnya terkena air terlewat. Ada juga
anak, mungkin banyak juga orang dewasa, yang saat menunaikan shalat begitu
tergesa-gesa, sehingga tidak bisa melakukan salah satu rukun shalat yaitu tuma’ninah
atau tenang sejenak saat melakukan sebuah rukun.
Cobalah bertanya pada anak-anak itu, “Mas, kamu paham ndak rukun
wudhu?” bisa dipastikan jawaban mereka, “Paham.” Dan tanyalah, “Kamu paham ndak
shalat yang baik itu seperti apa?” hampir bisa dipastikan mereka juga bisa
menjelaskan.
Lalu apa yang salah? Ada manusia yang terlahir mampu berbuat sesuatu dan
mereka juga mau melakukan sesuatu. Ada manusia juga yang mampu melakukan
sesuatu namun mereka enggan melakukan sesuatu tersebut. Ada juga manusia yang tidak
mampu melakukan sesuatu dan dia tetap mau melakukan sesuatu tersebut dengan
ketidakmampuannya. Nah, yang terakhir ada manusia yang tidak mampu melakukan sesuatu
dan dia juga tidak mau melakukan sesuatu tersebut.
Kemampuan
dan kemauan, iya. Inilah dua sisi yang seharusnya dimiliki oleh siapa saja.
Kadang mempunyai kemampuan, tapi kemauan tidak dimiliki, maka hanya akan
sia-sia kemampuannya. Kadang kemauan ada tapi tidak memiliki kemampuan, juga
akan sia-sia. Kedua hal inilah yang bisa mensukseskan dan mengagalkan, baik diri sendiri ataupun orang lain.
Saat
kemampuan yang kita miliki, misal kemampuan menjadi pendidik yang profesional,
diterapkan pada dirinya, sudahlah tentu dia akan selalu belajar dan belajar menjadi
pendidik yang benar-benar profesional. Jika dia belum bisa menstransfer
nilai-nilai kepada anak didiknya, tentu dia akan berusaha keras meraihnya.
Karena sudah pasti dia paham karakter tiap anak didikya, misal si A anak
cerdas, dia cukup diterangkan sekali dua kali pasti paham. Beda dengan si B
yang harus diterangkan beberapa kali, beda lagi dengan si C yang harus selalu
diberi tugas tambahan. Yups, ini kemampuan yang diiringi oleh kemauan kuat.
Saat
kedua hal tersebut ada dalam diri seseorang, dia akan membawa dampak kebaikan.
Di antaranya : Pertama, kebaikan untuk dirinya sendiri, karena dia mengamalkan kemampuannya,
dia mengamalkan ilmunya, sudah pasti akan berpahala (dalam bahasa
agama). Kedua, ianya akan membawa kebaikan bagi orang lain. Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Sebaik-baik
kalian adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Nah, seperti yang di
contohkan di atas, seorang guru yang menerapkan keprofesionalanya sudah pasti
dia akan membahagiakan kepada orang lain, kepada murid-muridnya, kepada orang
tua murid, dan kepada atasannya
di sekolah.
Ketiga, saat kemampuan dan kemauan diterapkan sudah tentu dia akan membawa
kebaikan kepada lembaganya atau keluarganya. Kebaikkannya akan di catat dengan tinta emas
bahwa di Fulan yang telah memperjuangkan ini dan itu. Hakikatnya
bukan jasa kita karena kemampuan dan kemauan yang kita miliki untuk dicatat.
Intinya kita mengamalkan ilmu yang ada sehingga ilmu ini akan bermanfaat lebih berbeda jika ilmu yang dimiliki didiamkan saja.
Mari, jika kita sudah mempunyai kemampuan berbuat sesuatu, maka wajib
bagi kita untuk mau melakukan sesuatu tersebut. Agar ketidaksia-siakan tidak
menimpa diri kita dan yang lebih penting bagi orang tua atau guru adalah
memberikan pengertian kepada anak-anak kita, dengan bahasa anak-anak untuk,
mengajak kebaikan dan mencegah dari berbuat tidak baik. Bila mampu, maka harus
mau. Wallahu a’lam bishawab. ||
Mahmud Thorif,
Redaktur Majalah Fahma.