Bila Mampu, Maka Harus Mau -->

Iklan Semua Halaman

Bila Mampu, Maka Harus Mau

Mahmud Thorif
15 April 2013


Ada anak yang saat mengambil air wudhu, mereka begitu cepat dan ceroboh, sampai-sampai anggota tubuh yang seharusnya terkena air terlewat. Ada juga anak, mungkin banyak juga orang dewasa, yang saat menunaikan shalat begitu tergesa-gesa, sehingga tidak bisa melakukan salah satu rukun shalat yaitu tuma’ninah atau tenang sejenak saat melakukan sebuah rukun.
Cobalah bertanya pada anak-anak itu, “Mas, kamu paham ndak rukun wudhu?” bisa dipastikan jawaban mereka, “Paham.” Dan tanyalah, “Kamu paham ndak shalat yang baik itu seperti apa?” hampir bisa dipastikan mereka juga bisa menjelaskan.


Lalu apa yang salah? Ada manusia yang terlahir mampu berbuat sesuatu dan mereka juga mau melakukan sesuatu. Ada manusia juga yang mampu melakukan sesuatu namun mereka enggan melakukan sesuatu tersebut. Ada juga manusia yang tidak mampu melakukan sesuatu dan dia tetap mau melakukan sesuatu tersebut dengan ketidakmampuannya. Nah, yang terakhir ada manusia yang tidak mampu melakukan sesuatu dan dia juga tidak mau melakukan sesuatu tersebut.


Kemampuan dan kemauan, iya. Inilah dua sisi yang seharusnya dimiliki oleh siapa saja. Kadang mempunyai kemampuan, tapi kemauan tidak dimiliki, maka hanya akan sia-sia kemampuannya. Kadang kemauan ada tapi tidak memiliki kemampuan, juga akan sia-sia. Kedua hal inilah yang bisa mensukseskan dan mengagalkan, baik diri sendiri ataupun orang lain.
Saat kemampuan yang kita miliki, misal kemampuan menjadi pendidik yang profesional, diterapkan pada dirinya, sudahlah tentu dia akan selalu belajar dan belajar menjadi pendidik yang benar-benar profesional. Jika dia belum bisa menstransfer nilai-nilai kepada anak didiknya, tentu dia akan berusaha keras meraihnya. Karena sudah pasti dia paham karakter tiap anak didikya, misal si A anak cerdas, dia cukup diterangkan sekali dua kali pasti paham. Beda dengan si B yang harus diterangkan beberapa kali, beda lagi dengan si C yang harus selalu diberi tugas tambahan. Yups, ini kemampuan yang diiringi oleh kemauan kuat.
Saat kedua hal tersebut ada dalam diri seseorang, dia akan membawa dampak kebaikan. Di antaranya : Pertama, kebaikan untuk dirinya sendiri, karena dia mengamalkan kemampuannya, dia mengamalkan ilmunya, sudah pasti akan berpahala (dalam bahasa agama). Kedua, ianya akan membawa kebaikan bagi orang lain. Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Sebaik-baik kalian adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Nah, seperti yang di contohkan di atas, seorang guru yang menerapkan keprofesionalanya sudah pasti dia akan membahagiakan kepada orang lain, kepada murid-muridnya, kepada orang tua murid, dan kepada atasannya di sekolah.
Ketiga, saat kemampuan dan kemauan diterapkan sudah tentu dia akan membawa kebaikan kepada lembaganya atau keluarganya. Kebaikkannya akan di catat dengan tinta emas bahwa di Fulan yang telah memperjuangkan ini dan itu. Hakikatnya bukan jasa kita karena kemampuan dan kemauan yang kita miliki untuk dicatat. Intinya kita mengamalkan ilmu yang ada sehingga ilmu ini akan bermanfaat lebih berbeda jika ilmu yang dimiliki didiamkan saja.
Mari, jika kita sudah mempunyai kemampuan berbuat sesuatu, maka wajib bagi kita untuk mau melakukan sesuatu tersebut. Agar ketidaksia-siakan tidak menimpa diri kita dan yang lebih penting bagi orang tua atau guru adalah memberikan pengertian kepada anak-anak kita, dengan bahasa anak-anak untuk, mengajak kebaikan dan mencegah dari berbuat tidak baik. Bila mampu, maka harus mau. Wallahu a’lam bishawab. || 

Mahmud Thorif, Redaktur Majalah Fahma.