-->

Iklan Semua Halaman

Mahmud Thorif
02 Mei 2012

Saat Tepat Mengajar

Tuswan Reksameja,
Guru SDIT Hidayatullah Yogyakarta

Suasana kelas begitu riuh saat pelajaran belum dimulai. Ada yang berlarian ke sana ke mari, sambil membawa penggaris, kadang memukul-mukulkan ke meja temannya. Ada yang asik sekali ngobrol dengan temen semejanya, sambil ketawa kecil mungkin karena cerita lucu mereka. Ada yang diam saja tanpa ekspresi, karena memang tipe anak pendiam. Ya, suasana kelas begitu ramai karena tingkah polah anak-anak yang masih gemar bermain.
      
Seorang guru sengaja datang diam-diam agar tidak ada anak-anak yang tahu. Dia berdiri di belakang kelas beberapa detik memperhatikan mereka, sehingga terdengar celetukkan anak, “Eh, Pak Guru datang.” Beberapa saat kemudian volume kegaduhan kelas menurun, menurun, dan kemudian hilang. Masih terlihat beberapa anak yang duduknya tidak tenang. Begitu kelas sudah siap, guru baru memberi pengajaran anak-anak.

***
Kali ini, mengkondisikan kelas tidak semudah biasanya, mungkin karena kondisi guru yang sedang banyak masalah di keluarganya atau lainnya sehingga tidak mood untuk mengajar. Anak-anak yang semakin ramai, membuat suasana hati guru semakin panas. Tanpa pikir panjang guru menenangkan mereka dengan nada ‘kemarahan’ kepada anak-anak. Efektif sekali. Anak-anak langsung diam senyap bagaikan kelas tidak berpenghuni. Mereka takut dengan gurunya. Baru kemudian guru memberikan materi pelajaran kepada mereka, tentunya dalam suasana yang tegang. Sangat tidak nyaman di mata anak-anak.

***
“Kali ini, Pak Guru akan membawakan sebuah kisah. Kisah yang datang dari sebuah Hadits yang disampaikan Rasulullah, bla bla bla....” Kata seorang guru dengan nada tidak terlalu tinggi, bahkan cenderung pelan. Anak-anak terlihat antusias mendengarkan kisahnya. Sehingga tanpa sadar kelas yang semula riuh rendah berubah menjadi hening. Walau ada beberapa anak yang memang harus disentuh untuk bisa tenang. Saat kisah selesai diceritakan dan kelas terlihat siap untuk menerima pelajaran, baru pelajaran dimulai.

Iya. Cerita di atas tidaklah nyata, tapi penulis yakin akan ada dalam suasana proses belajar mengajar dalam sebuah kelas. Baik itu kelas TK atau kelas SD. Kelas dengan warganya yang siap untuk mengikuti pelajaran memang harus dikondisikan terlebih dahulu. Kelas yang belum siap tetapi Sang Guru memaksa untuk memberikan pengajaran akan sia-sia. Mungkin hanya beberapa anak yang gemar belajar saja yang memperhatikan, untuk anak-anak yang suka bercerita, bergerak ke sana ke mari cenderung mengabaikan, karena mereka belum siap menerima pelajaran.

Anak usia TK dan SD adalah masa bermain, maka sangat tidak enak jika mereka belajar dalam suasana yang mencekam, seperti kisah tersebut di atas, karena guru marah. Memang kelas tenang, tetapi perlu ditanyakan kepada anak-anak, apakah mereka senang dalam belajar atau sebaliknya.

Metode cerita mungkin bisa menjadi salah satu alternatif untuk membuat kelas siap menerima pelajaran. Yang perlu diperhatikan adalah waktu. Cukup 5 atau 7 menit membawakan sebuah cerita. Jangan lebih. 5 atau 7 menit untuk mengkondisikan anak siap belajar, lebih baik dari pada saat langsung memulai pelajaran tetapi anak-anak belum siap menerima pelajaran.

Cerita yang dibawakan dengan intonasi yang sempurna, dengan mimik yang tepat akan membantu anak-anak belajar tentang kebahasaan. Apalagi jika Sang Guru membawakan dengan bermacam gaya yang bisa diperagakan, tentu akan membuat lebih menarik lagi bagi anak-anak. Nah, gali lebih dalam potensi untuk mengajar melalui metode bercerita, temukan saat yang tepat untuk memberikan pelajaran pada anak-anak. Apa metode Anda lebih unik untuk diceritakan? Mari berbagi pengalaman kepada yang lain.